Entah siapa yang
memulai, SMS yang dikirim oleh oknum tak bertanggungjawab itu kini sudah
beredar luas di kalangan masyarakat. Kepanikan pun tak dapat dielakkan lagi.
Tak sedikit masyarakat yang termakan dengan isu tersebut tanpa mempertanyakan
kebenarannya. SMS yang berisi pernyataan bahwa akan terjadi gempa berkekuatan
12 SR dan kepada masyarakat diminta untuk menjauhi daerah pantai itu telah
membuat gempar masyarakat.
Walau pun Badan
Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) bersama Pusat Riset Tsunami dan Mitigasi
Bencana (TDMRC) Universitas Syiah Kuala, BMKG, Ikatan Ahli Geologi Indonesia
(IAGI)-Aceh, Himpunan Ahli Geofisika Indonesia-Aceh (HAGI), Masyarakat
Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI), RAPI, dan TAGANA telah mengeluarkan
siaran pers bersama (21/4/2012) dan menyatakan bahwa isu tersebut tidak benar
dan masyarakat diminta tetap tenang dan waspada, namun masih banyak masyarakat
awam yang belum mendapatkan kejelasan pasti terkait hal ini karena kurangnya
akses informasi yang didapatkannya.
Komplikasi
Bencana
Bencana gempa bumi dan
tsunami yang menimpa Aceh dulu, bagaimana pun, masih menyisakan luka yang sulit
untuk dihapuskan. Salah satu bentuk efek langsung dari bencana ini adalah
Gangguan Stress Pasca-Trauma atau Post-Traumatic
Stress Disorder (PTSD). Gejala-gejala yang terjadi pada PTSD ini antara
lain re-experiencing (seperti
mengalami kembali), avoidance
(penghindaran) dan hyper-arousal (kewaspadaan
yang berlebihan).
Kompleksitas gejala
pada PTSD yang dialami masyarakat selaku para penyintas bencana ini sungguh
begitu berat dirasakan. Dan tersebarnya SMS gempa 12 SR yang sesat dan
menyesatkan itu kian menambah pilu dan memperkuat gejala PTSD itu sendiri bagi
masyarakat.
Beredarnya SMS itu,
gejala PTSD seperti kewaspadaan yang berlebihan akan semakin tak terkontrol
dengan kehadiran SMS tersebut. Bisa dibayangkan kepanikan yang akan dialami.
Ketika diri tak bisa lagi berpikir dengan jernih, sementara di saat yang sama,
akses informasi yang dibutuhkan untuk mempertanyakan kebenaran isi SMS tersebut
belum didapatkan.
Sehingga, yang terjadi
kemudian adalah masyarakat kehilangan rujukan terkait dengan informasi yang
sebenarnya. Dan, dalam ketiadaan informasi yang benar itu, dalam kepanikannya
akan trauma bencana di masa lalu, SMS yang masih simpang-siur seperti ini pun
dijadikan pedoman dalam menanggapi bahaya bencana.
Pemahaman
Menyeluruh
Dalam kondisi seperti
ini, kita juga tak bisa dengan serta-merta menyalahkan posisi masyarakat.
Mereka merupakan individu yang telah berhadapan langsung dengan bencana dan
menanggung sendiri dampak dan akibat dari bencana itu. Yang perlu diperhatikan
lebih lanjut adalah peran pemerintah dan pihak terkait seperti TDMRC, BPBA,
BMKG dan lembaga lainnya dalam memberikan pemahaman secara menyeluruh kepada
masyarakat mengenai pengetahuan siaga dan mitigasi bencana serta masalah
kebencanaan itu sendiri.
Seperti pemahaman umum
bahwa sampai saat ini, para seismolog (ahli gempa bumi) belum bisa memprediksi
secara tepat kapan dan di mana suatu gempa bumi itu terjadi. Banyak masyarakat
yang belum mengetahui fakta ini, sehingga kalang-kabut dalam menanggapi SMS
yang menyatakan akan terjadi gempa besar di Pulau Sumatera.
Jadi peran pemerintah
dan pihak terkait itu dalam hal ini bukan hanya mengenai klarifikasi SMS gempa
dan sosialisasi melalui media saja, namun juga bagaimana mereka memberikan
pendidikan dan pemahaman yang menyeluruh tentang segala hal yang berhubungan
dengan kebencanaan ini. Jika tidak, bukan tidak mungkin kejadian seperti ini
akan terulang kembali di masa yang akan datang.
Selain itu, peran ulama dan tokoh masyarakat
sebagai patron dalam kehidupan masyarakat juga harus diperhatikan. Ulama
sebagai tokoh agama yang masih bisa dipercaya dalam masyarakat juga harus mampu
memberikan pemahaman menyeluruh terkait masalah sikap dalam menghadapi bencana
ini. Bagaimana seharusnya sikap kita ketika dihadapkan pada bencana.
Juga harus dijelaskan
kepada masyarakat bahwa kematian atau ajal itu merupakan suatu hal yang pasti
dan sudah digariskan Allah Swt. Jadi tak mesti di daerah pantai, di dalam
istana sekali pun, jika malaikat maut hendak menjemput, satu hamba pun tak akan
luput. Sehingga dengan adanya pemahaman yang menggunakan pendekatan agama
seperti ini, masyarakat tak salah kaprah dan ‘taklid buta’ pada hal-hal yang
belum bisa dibuktikan kebenarannya. Dengan begitu, pernyataan dalam SMS gempa
yang menghimbau masyarakat untuk menjauhi daerah tepi pantai itu tak perlu
dihiraukan lagi.
Begitu pula dengan
tokoh masyarakat. Mereka harus meyakinkan masyarakat untuk tetap tenang dan
waspada. Tak perlu panik, namun juga harus senantiasa siaga terhadap bencana
yang sewaktu-waktu akan menimpa. Siaga bencana itu penting, namun siaga yang
berlebihan itu juga akan semakin meningkatkan intensitas kepanikan dan membawa
kemudaratan dalam menghadapi bencana itu sendiri.
Semoga pengirim SMS
yang membuat kepanikan massal itu khilaf dan mengakui kesalahannya. Akhiru kalam, hanya kepada Allah Swt.
lah kita berserah diri dan mengembalikan segala perkara. Wallahua’lam Bishshawab. []
0 komentar:
Posting Komentar