29 Agustus 2009

HIMAPSI USK; Sekadar Wacana atau Fenomena?

Leave a Comment
Baru-baru ini, di kampus kita tercinta (Prodi Psikologi) sedang hangat-hangatnya isu pembentukan HIMAPSI (Himpunan Mahasiswa Psikologi) Universitas Syiah Kuala. Semua mahasiswa dan mahasisiwi sibuk dengan planning-planningnya masing-masing demi memberikan kontribusi yang terbaik bagi Kontinuitas Eksistensi kampus kita ke depan, baik mahasiswa angkatan 2007 maupun angkatan 2008, semua berlomba-lomba dalam ketatnya pencapaian materi dengan dosen di kampus.


Bukan hal yang aneh memang, karena kita harus memulai ini semua dari nol, mulai dari pencarian legalitas tertulis (SK) dari Prodi Psikologi, BEM ( Badan Eksekutif Mahasiswa) dan pihak Dekanat Fakultas Kedokteran, dan kalau memungkinkan kita bisa merujuk ke Pembantu Rektor (Purek III) bagian kemahasiswaan Universitas Syiah Kuala, kemudian pembuatan proposal dana kegiatan pembentukan panitia pelaksana Mubes (Musyawarah Besar) perdana, dan masih banyak prosedur legal lainnya. Ini bukanlah hal yang mudah, karena kita masih berada dalam tahap ”membangun,” bukan “melanjutkan,” seperti iklannya partai Demokrat di media massa dulu, yang hanya direpresentasikan dengan satu redaksi kata saja, “Lanjutkan!.”

Dengan terlemparnya isu pembentukan HIMAPSI ini ke dalam forum kampus kita, sudah sewajarnya jika berbagai argumen antar mahasiswa itu saling berbenturan satu sama lain, yang akhirnya nanti akan disatukan dalam suatu ideologi demi tercapainya tujuan (Goal) bersama. Tetapi sekarang kita bukan memperdebatkan masalah silang pendapat, sekarang kita berbicara masalah sistem (Way of Legality), kita berbicara tentang prosedur legal dalam usaha membentuk sebuah wadah perkumpulan ataupun lembaga dengan kapasitas sebesar HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan), jadi kita tidak bisa main-main dengan prosedur yang kita gunakan, karena nanti apabila ada oknum ataupun lembaga yang mempertanyakan keabsahannya, kita mau mengatakan apa?, tidak tertutup kemungkinan tetangga sebelah kita, mahasiswa Fisipol ( Fakultas Ilmu Sosial dan Politik) akan menertawakan kita habis-habisan, karena kita menggunakan “Prosedur cilet-cilet” dalam memfasilitasi terbentuknya HMJ, karena mereka (mahasiswa Fisipol) pada tahun pertamanya saja, tahun 2007 dulu mereka sudah mempunyai wadah perkumpulan BEM dan HMJ masing-masing prodi, dan mereka menggunakan prosedur formal. Sungguh sangat memalukan!.

Mengapa saya mempermasalahkan pertentangan mengenai prosedur pembentukan ini?, karena dari hasil rapat pada hari Rabu dan Sabtu (8 dan 11 April 2009) lalu, antara angkatan 2007 dan 2008, yang hanya di hadiri oleh sekitar 25% mahasiswa saja, menghasilkan beberapa keputusan dan fakta, yaitu :

1. Berdasarkan informasi yang kami peroleh dari angkatan 2007, Kriteria yang ditetapkan oleh BEM Fakultas Kedokteran mengenai masalah pembentukan himpunan, bahwa himpunan baru bisa dibentuk secara legal setelah adanya mahasiswa sebanyak 3 angkatan, artinya sekarang kita belum bisa membentuk suatu wadah himpunan secara legal.

2. Karena pengecualian di atas, maka angkatan 2007 berinisiatif untuk membuat suatu wadah alternatif dengan nama “Komunitas Psikologi (Kompsi),” yang struktur kepengurusannya dipilih berdasarkan voting oleh sekitar 25% mahasiswa saja (hasil rapat pada hari sabtu, tanggal 11 April 2009), dan kepengurusan ini dibentuk tanpa di bentengi dengan jaminan hukum (Law Guarantee), seperti SK dari pihak prodi kampus dan yang lainnya, maupun akreditasi tertulis dari tingkatan fakultas. Tidak cukup sampai di situ, selain tidak adanya SK tertulis, “Komunitas” ini juga tidak mempunyai peraturan yang jelas orioentasi dan tujuannya, yang mengikat struktural maupun fungsional dari kepengurusan (AD/ART), sehingga tidak tertutup kemungkinan bahwa orang-orang yang berkecimpung di dalamnya akan menyimpang dari orientasi dan tujuan bersama. That’s the real fact.

3. Keputusan-keputusan ini, walaupun pahit bagi kita, tapi inilah fakta yang harus kita terima, bahwa “Forum 25%” itu telah menganggukkan kepalanya sambil tersenyum, yang mengindikasikan persetujuan non-verbal terhadap prosedur yang “Dilematis” ini.

Sebenarnya banyak kejanggalan-kejanggalan yang perlu dipertanyakan disini. Pertama, kebijakan pihak BEM Fakultas Kedokteran dalam hal ini. Mengapa pihak BEM telah begitu jauh mengintervensi permasalahan Letting (Angkatan), sehingga menetapkan persyaratan bahwa pembentukan suatu HMJ minimal harus terdiri dari 3 Letting?, Saya rasa itu sudah terlalu berlebihan, karena fungsi seharusnya dari BEM dalam hal ini memberikan legalitas tertulis (SK) serta mencairkan anggaran yang diberikan oleh Biro Rektorat kampus kepada lembaga HMJ, karena sebenarnya sebagian anggaran BEM itu adalah hak UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) dalam lingkungan Fakultas Kedokteran, dan juga merupakan hak kita atas nama HMJ. Mari kita buka mata lebar-lebar, apakah kita tidak pernah menyadari hal itu?. Jadi, itulah pekerjaan rumah BEM yang seharusnya, bukan menetapkan peraturan-peraturan yang “ngawur dan nyeleneh” seperti ini. Oleh karena itu, kita harus mempertanyakan kebijakan ini, apakah ada kecenderungan muatan politis disana atau tidak kita harus benar-benar jeli dalam menginterpretasikannya, apa sebenarnya motif dari pihak BEM dalam hal ini, sehingga pelaksanaan pembentukan HMJ kita diulur-ulur waktunya, ada apa sebenarnya?

Kedua, dan ini yang paling penting, mengenai eksistensi “Forum 25%,” apakah Mahasiswa Prodi Psikologi Universitas syiah Kuala angkatan 2007 dan 2008 hanya terdiri dari 36 orang saja?, kemana mahasiswa lainnya?, asyik tidur-tiduran di Sekret BEM?, sibuk arisan di rumah tetangga?, ataukah sedang benar-benar sibuk dalam mempersiapkan diri menghadapi ujian tengah semester (Midterm Test)?. Inilah fenomena lailn dari kampus kita, dimana ketika kaum Timur gencar-gencarnya memproklamirkan diri sebagai kaum yang mengutamakan nilai-nilai Kolektivisme, kita disini justru dengan sombongnya berkacak pingggang sembari mengklaim diri sebagai sosok Individualis. Kalau bukan kita, generasi-generasi perdana kampus psikologi, siapa lagi yang akan memajukan eksistensi, akreditasi dan popularitas kampus kita ke depan?, kitalah deklarator pondasi demi tercetusnya HIMAPSI USK dan mempromosikannya ke lingkungan Fakultas Kedokteran dan Universitas Syiah Kuala.

Sebenarnya masih banyak kejanggalan-kejanggalan lainnya dalam pelaksanaan pembentukan HMJ ini yang tidak mungkin untuk di uraikan detailnya satu per satu, Cuma disini saya hanya ingin menegaskan beberapa hal. Pertama, saya ingin mengajak kawan-kawan semua untuk merubah Pola Pikir (Pattern of Thinking) Individualis yang selama ini kita anut. Mengutip istilah yang di berikan oleh Katz dalam Functional Theory-nya, mari sama-sama kita membuang jauh-jauh Ego Defence Function kita, utamakan spirit Kolektivisme, kita bangun kampus kita di atas singgasana kemenangan, satukan langkah dan rapatkan barisan, jangan ada oknum atau kelompok maupun pihak-pihak tertentu memanfaatkan kelengahan kita sehingga lahirnya “Generasi-generasi Reinkarnasi Rezim Soeharto.” oleh karena itu, mulai dari sekarang, kita harus siaga satu terhadap kemungkinan-kemungkinan tersebut. Kedua, jangan pernah pesimis, jangan memikirkan susahnya mencari sokongan dana, sulitnya mendapatkan legalitas maupun kesulitan-kesulitan lainnya, karena dengan pemikiran yang pesimis justru membuat kita semakin tertekan dan terkungkung dengan orientasi waktu dan materi hilangkan perasaan yang pesimistis, ajak kawan-kawan lain dan mari kita susun strategi dan siap “bergerilya” dalam gerakan yang “liar” dan terarah. Tunjukkan kapabilitas kita, jangan sampai orang lain mengklaim kita hanya sebagai Tim Underdog (Underdog Team) atau pelengkap dalam pertarungan di kancah Fakultas Kedokteran, kita hapus stigma negatif tentang tim underdog yang ingin di abadikan oleh orang lain di jidat kita. Move on, destroy it, and say “we are The Champion and we are on The Mission."

Terakhir, saya hanya bisa berharap bahwa kawan-kawan bisa mengerti apa yang saya maksudkan. Intinya adalah bahwa tidak ada yang tidak mungkin apabila kita mau bergerak, seperti yang pernah diucapkan oleh seorang filosof terkenal, “tidak ada yang tidak mungkin, yang ada hanya kemungkinan.” Artinya kita masih punya cukup waktu untuk membuat perubahan itu bisa terwujud. Kalau bukan kita generasi muda ini yang bisa mewujudkan perubahan siapa lagi?. Proklamator Republik Indonesia, Presiden Soekarno juga pernah menyampaikan dalam pidato kepresidenannya bahwa hanya Generasi muda-lah yang sanggup mengguncangkan dunia dan mampu menciptakan perubahan. Akhirnya, hanya atensi, apresiasi dan kontribusi kawan-kawan semualah yang menentukan eksistensi kampus kita ke depan. Jangan terpaku dengan kuantitas, tapi tunjukkanlah kualitas kita. Mari bersama-sama kita melukis di atas kanvas HMJ, warnai setiap detailnya dengan menggunakan kuas kemahasiswaan yang di lapisi dengan cat ideologi bersama kita, satukan aspirasi dan inspirasi di dalam wadah HIMAPSI USK, Don’t be quiet, talk less and do more. Walllahu’alam.


Sammy Khalifa
0807101150012

Program Studi Psikologi
Universitas Syiah Kuala (Unsyiah)

0 komentar:

Posting Komentar

.